nyam nyam
Trektor Sulawesi
Selasa, 06 Oktober 2015
Senin, 05 Januari 2015
Cara lengkap budidaya
singkong – Sejarahnya, tanaman ini sudah begitu banyak menyelamatkan para pendahulu kita yang waktu itu begitu kesusahan akan makanan meskipun saat ini mungkin masih ada juga. Pada beberapa tempat tanaman ini dapat diolah dan akhirnya menjadi makanan pokok dalam kesehariannya. Sebut saja makanan yang bernama tiwul.
Mengingat saat ini peluang pasar yang begitu tinggi, apalagi mereka para pengusaha yang begitu inovatif dan kreatif maka tidak ada salahnya kita belajar bagaimana cara budidaya tanaman singkong ini.
Syarat Tumbuh
Tanaman ini tumbuh optimal pada ketinggian antara 10-700m dpl. Tanah yang sesuai adalah tanah yang berstruktur remah, gembur, tidak liat juga tidak poros. Selain itu kaya akan unsure hara. Jenis tanah yang sesuai adalah tanah alluvial, latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol dan andosol. Sementara itu pH yang dibutuhkan antara 4,5-8, dan untuk pH idealnya adalah 5,8.
Curah hujan yang yang diperlukan antara 1.500 2500 mm/tahun. Kelembaban udara optimal untuuk tanaman antara 60%-65%. Suhu udara minimal 10C. Kebutuhan akan sinar matahari sekitar 10 jam tiap hari. Hidup tanpa naungan.
Persiapan bibit
Ubu kayu paling mudah untuk diperbanyak. Cara yang lazim digunakan adalah perbanyakan dengan cara setek batang dari batang panenan sebelumnya. Setek yang baik diambil dari batang bagian tengah tanaman agar matanya tidak terlalu tua maupun tidak terlalu tua. Batang yang baik berdiameter 2-3 cm. Pemotongan batang stek dapat dilakukan dengan menggunakan pisau atau sabit yang tajam dan steril. Jangan memakai gergaji untuk memotongnya karena gesekan gergaji akan menimbulkan panas yang akan merusak bagian pangkal dari batang. Potongan batang untuk setek yang baik adala 3-4 ruas mata atau 15-20 cm. Bagian bawah dari batang stek dipotong miring dengan maksud untuk menambah dan memperluas daerah perakaran.
Cara lengkap budidaya singkong
Persiapan lahan
Untuk menanam ubi kayu ini tidak begitu sulit. Untuk daerah yang mempunyai curah hujan cukup tinggi ataupun terlalu banyak air, penanaman dilakukan dalam sebuah guludan atau bedeng. Selain itu, dengan menggunakan guludan memudahkan kita dalam pemanenan.
Untuk daerah yang mempunyai curah hujan sedikit atau kering, penanaman tidak perlu dilakukan dengan membuat guludan. Penanaman dapat dilakukan pada tanah yang rata. Tanah di cangkul dan di remahkan kemudian diratakan dan pengguludan dapat dilakukan setelah tanaman berumur 2-3 bulan setelah tanam. Pada saat perataan dapat pula disebarkan pupuk kandang atau kompos untuk penambahan unsure hara. Pengolahan tanah yang sempurna diikuti dengan pembuatan guludan yang dibuat searah dengan kontur tanah sebagai upaya pengendalian erosi. Selain itu dengan pembuatan guludan juga dapat memaksimalkan hasil dibandingkan dengan system tanpa olah tanah setelah tanam.
Penanaman.
Waktu penanaman yang baik dilakukan pada awal musim kering atau kemarau dengan maksud untuk hasil penanaman dapat dipanen pada awal musim hujan.
Batang yang telah dipotong tadi kemudian ditanamkan dalam tanah. Jangan sampai terbalik, tanda yang dapat kita lihat dari arah mata dari tiap ruas batang yang disetek. Arah mata menuju ke atas dibawahnya bekas tangkai daun.
Batang setek di tanam agak miring dengan kedalaman 8-12 cm. Pada lahan tanaman yang subur dapat digunakan populasi tanaman 10.000 batang/ha dan untuk lahan yang kurang begitu subur dapat digunakan populasi 14.500 batang/ha. Jarak tanam dengan system monokultur adalah 100 x 50 cm. Untuk system tumpang sari, penanaman dapat menyesuaikan dengan lahan dan tanaman lainnya.
Pemeliharaan
Tanaman ini termasuk tanaman yang dapat mandiri sehingga, tanaman ini menjadi mudah dalam pemeliharaanya.
Penyulaman dapat kita lakukan 2-3 minggu setelah tanam. Bibit penyulaman seharusnya sudah disediakan ketika pengadaan bibit tanaman yang dapat pula ditanam pada pinggir lahan pertanaman. Hal ini untuk membuat tanaman ini seragam dalam pemanennya.
Agar tanaman dapat tumbuh baik dan optimal dilakukan dengan pengurangan mata tunas saat awal tunas itu muncul atau 1-1,5 bulan setelah tanam. Sisakan maksimal 2 tunas yang paling baik dan sehat dalam satu tanaman.
Penyiangan dilakukan pada umur 2-3 bulan setelah tanam dan menjelang panen. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pemanenan serta mencegah kehilangan hasil panen selain mengendalikan populasi gulma yang tumbuh. Selain itu saat penyiangan dilakukan dengan membumbuni batang tanaman sehingga dapat menjadi guludan.
Hama dan penyakit
Hama yang sering menyerang tanaman ini biasanya adalah hama tungau merah (Tetranus urticae) dan serangan bakteri layu (Xanthomonas campestis) serta penyakit Hawar Daun (Cassava Bacterial Bligh / CBB)
Panen.
Kriteria ubi kayu yang optimal adalah pada saaat kadar pati optimal. Yakni ketika tanaman itu berumur 6-9 bulan apabila untuk konsumsi. Untuk pembuatan produk seperti tepung sebaiknya ubi kayu dipanen pada umur lebih dari 10 bulan, dan itu juga tergantung akan varietas yang ditanam. Ciri saat panen adalah warna daun menguning dan banya yang rontok.
Cara pemanenan dilakukan dengan membuat atau memangkas batang ubi kayu terlebih dahulu dengan tetap meninggalkan batang sekitar 15 cm untuk mempermudah pencabutan. Batang dicabut dengan tangan atau alat pengungkit dari batang kayu atau linggis. Hindari pemakaian cangkul, karena permukaannya yang lebar yang tanpa disadari dapat memotong ubi.
Umbi yang baik setelah panen hanya berumu 1-3 hari tergantung penyimpanan. Setelah itu umbi sudah melakukan banyak perombakan kalori. Bahkan, kadang umbi berwarna kebiruan apabila kandungan HCNnya tinggi. Dan munculnya warna ini sangat mempengaruhi kualitas tepu
singkong – Sejarahnya, tanaman ini sudah begitu banyak menyelamatkan para pendahulu kita yang waktu itu begitu kesusahan akan makanan meskipun saat ini mungkin masih ada juga. Pada beberapa tempat tanaman ini dapat diolah dan akhirnya menjadi makanan pokok dalam kesehariannya. Sebut saja makanan yang bernama tiwul.
Mengingat saat ini peluang pasar yang begitu tinggi, apalagi mereka para pengusaha yang begitu inovatif dan kreatif maka tidak ada salahnya kita belajar bagaimana cara budidaya tanaman singkong ini.
Syarat Tumbuh
Tanaman ini tumbuh optimal pada ketinggian antara 10-700m dpl. Tanah yang sesuai adalah tanah yang berstruktur remah, gembur, tidak liat juga tidak poros. Selain itu kaya akan unsure hara. Jenis tanah yang sesuai adalah tanah alluvial, latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol dan andosol. Sementara itu pH yang dibutuhkan antara 4,5-8, dan untuk pH idealnya adalah 5,8.
Curah hujan yang yang diperlukan antara 1.500 2500 mm/tahun. Kelembaban udara optimal untuuk tanaman antara 60%-65%. Suhu udara minimal 10C. Kebutuhan akan sinar matahari sekitar 10 jam tiap hari. Hidup tanpa naungan.
Persiapan bibit
Ubu kayu paling mudah untuk diperbanyak. Cara yang lazim digunakan adalah perbanyakan dengan cara setek batang dari batang panenan sebelumnya. Setek yang baik diambil dari batang bagian tengah tanaman agar matanya tidak terlalu tua maupun tidak terlalu tua. Batang yang baik berdiameter 2-3 cm. Pemotongan batang stek dapat dilakukan dengan menggunakan pisau atau sabit yang tajam dan steril. Jangan memakai gergaji untuk memotongnya karena gesekan gergaji akan menimbulkan panas yang akan merusak bagian pangkal dari batang. Potongan batang untuk setek yang baik adala 3-4 ruas mata atau 15-20 cm. Bagian bawah dari batang stek dipotong miring dengan maksud untuk menambah dan memperluas daerah perakaran.
Cara lengkap budidaya singkong
Persiapan lahan
Untuk menanam ubi kayu ini tidak begitu sulit. Untuk daerah yang mempunyai curah hujan cukup tinggi ataupun terlalu banyak air, penanaman dilakukan dalam sebuah guludan atau bedeng. Selain itu, dengan menggunakan guludan memudahkan kita dalam pemanenan.
Untuk daerah yang mempunyai curah hujan sedikit atau kering, penanaman tidak perlu dilakukan dengan membuat guludan. Penanaman dapat dilakukan pada tanah yang rata. Tanah di cangkul dan di remahkan kemudian diratakan dan pengguludan dapat dilakukan setelah tanaman berumur 2-3 bulan setelah tanam. Pada saat perataan dapat pula disebarkan pupuk kandang atau kompos untuk penambahan unsure hara. Pengolahan tanah yang sempurna diikuti dengan pembuatan guludan yang dibuat searah dengan kontur tanah sebagai upaya pengendalian erosi. Selain itu dengan pembuatan guludan juga dapat memaksimalkan hasil dibandingkan dengan system tanpa olah tanah setelah tanam.
Penanaman.
Waktu penanaman yang baik dilakukan pada awal musim kering atau kemarau dengan maksud untuk hasil penanaman dapat dipanen pada awal musim hujan.
Batang yang telah dipotong tadi kemudian ditanamkan dalam tanah. Jangan sampai terbalik, tanda yang dapat kita lihat dari arah mata dari tiap ruas batang yang disetek. Arah mata menuju ke atas dibawahnya bekas tangkai daun.
Batang setek di tanam agak miring dengan kedalaman 8-12 cm. Pada lahan tanaman yang subur dapat digunakan populasi tanaman 10.000 batang/ha dan untuk lahan yang kurang begitu subur dapat digunakan populasi 14.500 batang/ha. Jarak tanam dengan system monokultur adalah 100 x 50 cm. Untuk system tumpang sari, penanaman dapat menyesuaikan dengan lahan dan tanaman lainnya.
Pemeliharaan
Tanaman ini termasuk tanaman yang dapat mandiri sehingga, tanaman ini menjadi mudah dalam pemeliharaanya.
Penyulaman dapat kita lakukan 2-3 minggu setelah tanam. Bibit penyulaman seharusnya sudah disediakan ketika pengadaan bibit tanaman yang dapat pula ditanam pada pinggir lahan pertanaman. Hal ini untuk membuat tanaman ini seragam dalam pemanennya.
Agar tanaman dapat tumbuh baik dan optimal dilakukan dengan pengurangan mata tunas saat awal tunas itu muncul atau 1-1,5 bulan setelah tanam. Sisakan maksimal 2 tunas yang paling baik dan sehat dalam satu tanaman.
Penyiangan dilakukan pada umur 2-3 bulan setelah tanam dan menjelang panen. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pemanenan serta mencegah kehilangan hasil panen selain mengendalikan populasi gulma yang tumbuh. Selain itu saat penyiangan dilakukan dengan membumbuni batang tanaman sehingga dapat menjadi guludan.
Hama dan penyakit
Hama yang sering menyerang tanaman ini biasanya adalah hama tungau merah (Tetranus urticae) dan serangan bakteri layu (Xanthomonas campestis) serta penyakit Hawar Daun (Cassava Bacterial Bligh / CBB)
Panen.
Kriteria ubi kayu yang optimal adalah pada saaat kadar pati optimal. Yakni ketika tanaman itu berumur 6-9 bulan apabila untuk konsumsi. Untuk pembuatan produk seperti tepung sebaiknya ubi kayu dipanen pada umur lebih dari 10 bulan, dan itu juga tergantung akan varietas yang ditanam. Ciri saat panen adalah warna daun menguning dan banya yang rontok.
Cara pemanenan dilakukan dengan membuat atau memangkas batang ubi kayu terlebih dahulu dengan tetap meninggalkan batang sekitar 15 cm untuk mempermudah pencabutan. Batang dicabut dengan tangan atau alat pengungkit dari batang kayu atau linggis. Hindari pemakaian cangkul, karena permukaannya yang lebar yang tanpa disadari dapat memotong ubi.
Umbi yang baik setelah panen hanya berumu 1-3 hari tergantung penyimpanan. Setelah itu umbi sudah melakukan banyak perombakan kalori. Bahkan, kadang umbi berwarna kebiruan apabila kandungan HCNnya tinggi. Dan munculnya warna ini sangat mempengaruhi kualitas tepu
Rabu, 26 November 2014
|
CURAHAN WAKTU KERJA PETANI BURUH KERAJINAN SAPU GLAGAH DI
DESA KAJONGAN KECAMATAN BOJONGSARI KABUPATEN PURBALINGGA
![http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/archive/5/50/20131205205933%21Umy-logo.gif](file:///C:\Users\User-24\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.gif)
Oleh :
Ir. Nur Rahmawati, MP
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
MARET
2006
LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA
1. a. Judul Penelitian :
Curahan Waktu Kerja Petani Buruh
Kerajinan Sapu Glagah di Desa Kajongan
Kec. Bojongsari Kabupaten
Purbalingga
b. Bidang Ilmu : Pertanian
c. Katagori Penelitian : Menunjang Pembangunan
2.
Ketua Peneliti :
a. NamaLengkap dengan gelar : Ir. Nur Rahmawati, MP
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Golongan, Pangkat dan NIP : IIIb
d. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
e.
Jabatan Struktural : -
f. Fakultas/Jurusan :
Pertanian /Agribisnis
g. Pusat Penelitian : LP3
UMY
3. Jumlah Anggota Peneliti : 1 orang
a. Nama Anggota Peneliti I : -
4. Lokasi Penelitian :
Kabupaten Purbalingga
5. Kerjasama dengan Institusi lain :
a.
Nama Institusi :
b.
Alamat :
c.
Telepon/Fax/e-mail :
6. Lama Penelitian :
8 bulan
7. Biaya yang diperlukan :
a. Sumber dari Dekdikbud : Rp 6.725.000,00
b. Sumber lain : -
Jumlah : Rp 6.725.000,00
(Enam juta tujuh ratus dua lima ribu rupiah)
Yogyakarta, 24 Maret 2006
Mengetahui
:
Dekan Fakultas Pertanian Ketua
Peneliti,
(Ir.H. Darmawan Suryo Sudarsono,MP) (Ir.
Nur Rahmawati, MP)
NIP :
131 998 724
Menyetujui,
Ketua Lembaga Penelitian
(Drs.
Said Tuhuleley, MS
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirobbil’aalamiin,
dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia dan hidayahNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pengabdian masyarakat kompetisi
tentang Pelatihan Teknologi Pengolahan Ubi Jalar sebagai Pengganti tepung
Terigu untuk Meningkatan Pendapatan dan Gizi Masyarakat Pedesaan di dusun
Mrisi, desa Tirtonirmolo, Kasihan Bantul. Kegiatan ini dibiayai oleh Lembaga
Penelitian Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tahun
Anggaran 2008
Dalam laporan ini kami mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak,
antara lain :
Lembaga Penelitian Pengembangan dan Pengabdian
Masyarakat (LP3M) Univesitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah menyediakan
dana untuk kegiatan ini
Kelompok Pengajian Karomah di
Dusun Mrisi, Desa Tirtonirmolo, Kasihan Bantul yang telah bersedia dijadikan
tempat pembinaan
Semua pihak yang telah banyak
membantu kegiatan dan penyusunan laporang pengabdian ini
Dalam laporan ini, kami
menyadari sepenuhnya atas kesalahan dan kekurangan yang tidak disengaja pada
penulisan laporan ini, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi perbaikan tulisan ilmiah ini.
![]() |
|
Yogyakarta, 19 Juli 2006
Tim Pelaksana
|
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia terkenal dengan negara agraris, hal ini dapat ditunjukkan
dengan besarnya luas lahan yang digunakan untuk lahan pertanian. Dari seluruh lahan yang ada di Indonesia
74,68% digunakan untuk usaha pertanian.
Pada tahun 2001, luas lahan yang digunakan untuk usaha pertanian
mencapai 51,6 juta hektar. Penggunaan
lahan untuk petanian dari tahun ke tahun semakin menurun, terlihat pada tahun
2002 lahan pertanian hanya 46,9 juta hektar (belum termasuk luas lahan yang ada
di propinsi Maluku dan Papua). Data Sensus Pertanian (BPS, 1993) menunjukan
penguasaan lahan pertanian rata-rata rumah tangga di Indonesia turun dari 1,05
ha per rumah tangga pada tahun 1983 menjadi 0,83 ha per rumah tangga pada tahun
1993.
Desa Kajongan merupakan sentra industri kerajinan sapu glagah, dengan adanya sentra itu maka dapat membuka
peluang kerja bagi petani sebagai buruh
kerajinan sapu glagah untuk menambah pendapatan keluarga. Besarnya pendapatan
yang diperoleh petani dari kerajinan sapu glagah tergantung seberapa banyak
produk yang dibuat. Semakin banyak produk yang dibuat maka pendapatan yang
diperolah petani juga semakin banyak begitu pula sebaliknya. Petani dapat
mengoptimalkan pendapatan terbaik apabila petani dapat memanfaatkan waktu luang
sebagai buruh setiap hari. Oleh karena itu perlu diketahui alasan petani
memilih bekerja sebagai buruh kerajinan sapu glagah, agar dapat diketahui
sejauh mana petani menggunakan waktu luangnya untuk bekerja sebagai buruh
kerajinan sapu glagah, selain itu dapat membantu pemerintah dalam menentukan arah pembangunan
dan pemberdayaan potensi desa serta pengembangan industri kecil pedesaan.
B Tinjauan Pustaka
1.
Industri Rumah Tangga
Industri rumah tangga merupakan salah satu dari industri pedesaan,
karena seperti diketahui bahwa industri pedesaan tersebut terdiri dari industri
kecil dan industri rumah tangga yang terdapat di pedesaan serta diusahakan oleh
masyarakat pedesaan dan untuk metode produksinya biasanya banyak menggunakan
tenaga manusia yang tersedia di daerah tersebut. Sektor industri yang banyak dilakukan oleh
masyarakat pedesaan biasanya adalah industri rumah tangga.
Dinamika ekonomi pedesaan yang terjadi dewasa ini menunjukkan bahwa
kontribusi pendapatan rumah tangga yang berasal dari sektor pertanian semakin
mengecil dan digantikan dengan pendapatan yang bersumber dari non
pertanian. Namun pangsa serapan tenaga
kerja pertanian masih dominan, artinya lahan masih tetap merupakan sumber daya
utama (main resource) untuk keberlanjutan usaha. Bagi petani dengan kepemilikan lahan sempit,
untuk menambah pendapatan harus meningkatkan aktivitasnya dengan berbagai
kegiatan baik yang masih terkait dengan pertanian maupun diluar pertanian
(Susilowati , 2002 ). Jika pendapatan yang diperoleh dari bekerja pada
suatu industri rumah tangga oleh anggota keluarga dibandingkan dengan
pendapatan total rumah tangga, maka akan dapat diketahui sumbangan pendapatan
dari industri rumah tangga ( Hardyastuti dan Hudayat, 1991).
Selain itu untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, petani dapat mengalihkan curahan jam kerjanya di luar usahatani. Jika pendapatan di usahatani tidak dapat
memenuhi kebutuhan petani maka jalan keluar yang dapat ditempuh adalah dengan
mengalihkan, menambah curahan jam kerja diluar usahatani. Dengan demikian diharapkan
akan diperoleh pendapatan yang lebih.
Sumber daya manusia memegang peranan
penting dalam produktivitas suatu perusahaan atau industri, sebab pada dasarnya
produktivitas berkaitan dengan hasil karya manusia. Sumber daya manusia dapat mencerminkan
kualitas usaha yang diberikan seseorang dalam jangka waktu tertentu untuk
menghasilkan barang dan jasa. Pengertian
ini ditinjau dari aspek kualitas yang lebih baik menitik beratkan pada daya
kerja yang disumbangkan dalam proses produksi.
C. Tujuan Penelitian
1). Mengevaluasi Profil dan alasan petani memanfaatkan
waktu luang usahatani untuk mengusahakan kerajinan sapu glagah.
2). Mengevaluasi besarnya curahan waktu kerja petani
dalam mengusahakan kerajinan sapu glagah
3). Mengevaluasi hubungan antara umur, pendidikan,
pengalaman, jumlah angota keluarga, luas lahan, pendapatan usahatani, waktu
usahatani, penerimaan usaha buruh sapu glagah dengan curahan waktu kerja
keluarga petani buruh kerajinan sapu glagah pada industri kerajinan sapu
glagah.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini yaitu untuk menambah
pengetahuan tentang industri rumah tangga pada umumnya dan khususnya industri
rumah tangga kerajinan sapu glagah.
Selain itu diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan acuan
bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan industri rumah tangga agar dapat
lebih berkembang dan meningkatkan perekonomian masyarakat. Sedangkan bagi buruh kerajinan sapu glagah,
dengan adanya penelitian ini diharapkan agar waktu luang yang tersedia akan
menjadi waktu produktif sehingga dapat lebih mengembangkan usaha kerajinan sapu
glagah dan meningkatkan penghasilan.
Tingginya jumlah penduduk dan
kondisi lahan pertanian yang semakin menyusut, menyebabkan bidang pertanian
sebagai sumber pendapatan keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga
menjadi berkurang. Dengan bertitik tolak
pada kenyataan adanya tekanan penduduk terhadap lahan pertanian yang semakin
meningkat, mengakibatkan sempitnya lahan garapan petani dan rendahnya
pendapatan dari usahatani. Maka
diperlukan alternatif peluang kerja untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
Bidang usaha pertanian yang tidak
dapat diharapkan sebagai satu-satunya
sumber pendapatan, mendorong petani memanfaatkan waktu luang dari
kegiatan usahatani untuk melakukan kegiatan ekonomi lain, agar dapat memberikan
tambahan pendapatan. Salah satu kegiatan
ekonomi tersebut adalah sektor industri yang dapat dijadikan sebagai tambahan
sumber pendapatan. Sektor industri yang menarik masyarakat desa untuk
dikembangkan adalah industri rumah tangga, sebab industri ini tidak membutuhkan
banyak modal, tingkat pendidikan yang tinggi serta dapat memanfaatkan anggota
keluarga dalam melakukan pekerjaan.
Gambaran secara keseluruhan hubungan antara
waktu rumah tangga petani dengan total pendapatan dapat dilihat pada gambar 1
|
|||
![]() |
![](file:///C:\Users\User-24\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image005.gif)
![](file:///C:\Users\User-24\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image006.gif)
![](file:///C:\Users\User-24\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image007.gif)
|
![]() |
|||
![]() |
|||
![](file:///C:\Users\User-24\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image005.gif)
![](file:///C:\Users\User-24\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image005.gif)
|
|
![]() |
|||
![]() |
Gambar 1 Skema Kerangka Berpikir Penelitian
BAB II. METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Kajongan, Kecamatan Bojongsari,
Kabupaten Purbalingga. Metoda pengambilan sampel yang digunakan adalah
pengambilan sampel secara bertahap, data lokasi industri kerajinan sapu glagah
di Kabupaten Purbalingga dapat dilihat pada tabel 1.
Table 1 Lokasi Industri Kerajinan Sapu glagah di Kabupaten Purbalingga
Kecamatan
|
Desa
|
Jumlah
industri
|
Bukateja
|
Kedungjati
|
1
|
Purbalingga
|
Purbalingga
|
1
|
|
Wirasena
|
1
|
Kalimanah
|
Sidakangen
|
2
|
Kutasari
|
Munjul
|
1
|
|
Karangrejo
|
1
|
Karang reja
|
Bondang
|
2
|
|
Siwarak
|
2
|
|
Karang reja
|
1
|
|
Purbasari
|
3
|
Bojongsari
|
Brobot
|
1
|
|
Kajongan
|
11
|
|
Karang Banjar
|
1
|
Padamara
|
Bojonegoro
|
1
|
Jumlah
|
|
29
|
Sumber : www.purbalingga.go.id
Penentuan sampel kecamatan
dilakukan secara purposive karena kecamatan Bojongsari merupakan sentra
dari kerajinan sapu glagah. Pengambilan sampel desa yang terpilih adalah desa
Kajongan karena desa ini memiliki jumlah
industri kerajinan sapu glagah yang terbanyak. Pengambilan sampel petani dengan
systematic random sampling, yaitu dengan memilih petani yang bekerja sebagai
buruh sebanyak 60 orang.
B. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang diambil antara lain, data
identitas anggota keluarga petani buruh sapu glagah, baik yang terlibat/ tidak
terlibat dalam kerajinan sapu glagah, alasan rumah tangga petani buruh sapu
glagah dalam mengusahakan karajinan sapu glagah, besarnya upah yang didapat
dari buruh sapu glagah, curahan waktu yang dicurahkan dalam usaha kerajinan
sapu glagah, luas lahan dan biaya usahatani.
C. Teknik Analisis Data
Sesuai dengan
tujuan yang digunakan maka dilakukan analisis sebagai berikut: untuk mengetahui
profil dan alasan petani buruh kerajinan
sapu glagah dalam mengusahakan kerajinan
sapu glagah dilakukan dengan analisis diskriptif dengan menelusuri apa yang
menjadi alasan petani menjadi buruh sapu glagah.untuk mengetahui besarnya
curahan waktu kerja rumah tangga petani buruh kerajinan sapu glagah dalam
usahatani dan kerajinan sapu glagah
dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
![](file:///C:\Users\User-24\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image013.gif)
![](file:///C:\Users\User-24\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image015.gif)
Keterangan
:
P1 = Persentase Waktu Kerja Keluarga Petani Pada
Usahatani
P2 = Persentase Waktu Kerja Keluarga Petani Pada
Kerajinan Sapu Glagah
A = Waktu Kerja
Keluarga Petani Pada Usahatani
B
= Waktu Kerja Keluarga Petani Pada Kerajinan Sapu Glagah
T
= Total Waktu Kerja Keluarga Petani
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum
Desa Kajongan
secara administrasi termasuk dalam wilayah kecamatan Bojongsari, Kabupaten
Purbalingga, Propinsi Jawa Tengah. Desa ini terletak di pusat pemerintahan
Kecamatan Bojongsari berjarak 3 km dari ibukota kabupaten/kotamadya Daerah
tingkat II, dan berjarak 160 km dari ibukota Propinsi dengan batas-batas administrasi
sebagai berikut :
B. Keadaan penduduk
Keadaan penduduk sangat penting untuk
diperhatikan dalam proses pembangunan, sebab keadaan penduduk terkait dengan
potensi penyediaan tenaga kerja, mata pencaharian penduduk, angka
ketergantungan, tingkat pendidikan dan
lainsebagainya. Jumlah penduduk desa Kajongan pada tahun 2005 adalah sebesar
4806 jiwa
Pendidikan merupakan salah
satu indicator kemajuan dan keberhasilan pembangunan. Selain itu pendidikan
merupakan salah satu bekal yang penting
bagi masa depan, karena dengan pendidikan yang tinggi akan membuka peluang
untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Table 2 Komposisi penduduk desa Kajongan Menurut
Tingkat Pendidikan tahun 2006
![](file:///C:\Users\User-24\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image016.gif)
![](file:///C:\Users\User-24\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image016.gif)
1. SD 1097 36,29
2. SMP 776 25,67
3. SMA 1096 36,26
4. Diploma/D1-D3 30 0,99
5. Sarjana / S1 – S2 24 0,79
Jumlah 3023 100
Sumber : Data Monografi Desa Kajongan Tahun 2006
Menyadari akan pentingnya pendidikan,
tingkat pendidikan yang relatif cukup ini menyebabkan mereka dapat bekerja pada
sector pertanian maupun sector industri terutama industri kerajinan sapu
glagah.
C. Keadaan Pertanian
Luas lahan pertanian di desa
Kajongan mencapai 346,97 ha, yang terdiri dari lahan sawah, lahan wakaf,
tegalan dan pekarangan . Berikut ini adalah keadaan lahan dan penggunaan lahan
di desa Kajongan dapat lihat pada tabel 5
Table 3 . Keadaan dan Penggunaan Lahan Tahun 2006
![]() ![]() ![]() |
1. Lahan sawah 233 67,15
|
2. Lahan wakaf 1,97 0,57
|
3. Tegalan 56 16,14
|
4.
Pekarangan 56 16,14
|
__________________________________________________________________
|
Sumber Data Monografi Desa Kajongan tahun 2006
Penggunaan lahan yang terbesar
adalah untuk tanah sawah, hal ini disebabkan oleh banyaknya aliran sungai dari
pegunungan yang melewati desa ini. Lahan pekarangan digunakan sebagai area
pemukiman dan perumahan, hal ini bahwa kebutuhan lahan untuk pemukiman dan
perumahan cukup kecil di desa ini. Walaupun lahan pertanian cukup luas akan
tetapi pendapatan yang diterima petani masih kecil, sehingga mereka akan
mencari tambahan pendapatan dari sektor lain di luar pertanian misalnya sebagai
buruh kerajinan sapu glagah.
Padi merupakan komoditas yang paling besar dihasilkan di desa Kajongan ini,
yaitu 285,60 ton dan luas lahan untuk tanaman padi paling luas yaitu seluas 40,8
ha. Hal ini disebabkan lahan untuk tanaman padi paling banyak karena
padi merupakan komoditas yang paling utama di wilayah ini. Sedangkan kangkung
menduduki peringkat kedua, walaupun luas lahan yang diusahakan hanya 10,3 ha
tapi hasil dari tanaman ini mencapai 123,60 ton
D. Keadaan Industri Kerajinan Sapu Glagah
Bahan baku utama yang
dibutuhkan untuk pembuatan sapu adalah rumput glagah, sudah disediakan oleh
pengusaha kerajinan sapu glagah. Bila pengusaha kerajinan kekurangan bahan baku
dari local bisa diperoleh dari luar desa Kajongan dengan kapasitas yang cukup. Bahan baku penunjang untuk membuat kerajinan sapu glagah meliputi :
a. Lingi(hiasan anyaman), dari tanaman rawa-rawa
yang berasal dari pedagang pengumpul Kroya
b. Benang ronce, dari bekas ban mobil yang
sudah tidak laku yang berasal dari
pedagang
pengumpul di Bogor
c. Benang wool beli di toko
d. Pewarna, terdiri dari berbagai pilihan
tergantung dari keinginan pembeli atau pesanan. Biasanya warna yang digunakan
adalah merah, hijau, hitam, kuning dan violet.
e. Senar
f.
Srongsong
atau plastik
g. Tangkai bambu, yang berasal dari pedagang pengumpul Wonosobo
![ANd9GcSHx-C0W5lcO8G9apT1GMnxAPiwAyBZxOqV0qK7roldGy_Jrb3x](file:///C:\Users\User-24\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image019.jpg)
Gambar 2. Salah satu bahan Baku Pembuatan Sapu Glagah
Alat produksi untuk pembuatan
sapu glagah masih menggunakan alat tradsional karena pembuatan sapu membutuhkan
ketrampilan tangan dan peralatan yang sederhana. Model untuk sapu selama ini
cukup bervariasi dengan disesuaikan dengan harga jual. Peralatan yang
dibutuhkan adalah : Tungku, kayu bakar, kompor minyak, pisau, bangku,
gunting,keranjang, palu.
Sapu glagah terbuat dari
rumput glagah yang digosok sampai bersih kemudian dijemur. Setelah rumput glagah sudah kering kemudian diwarnai dengan direbus
kira-kira 30 menit, selanjutnya glagah tersebut dijemur lagi kira-kira 6 jam.
Kemudian glagah diikat antar tangkai yang telah diplastik dengan benang ronce,
setelah itu glagah diikat sesuai dengan model sapu yang ditentukan oleh setiap
industri, selajutnya dijahit dengan benang wool sampai selesai, sapu telah jadi
dan siap untuk dipasarkan.
Kondisi sentra ini masih cukup dinamis, dalam arti
kegiatan produksi dan pemasaran selalu ada dan berkelanjutan. Kerajinan sapu
glagah sebenarnya menjadi mata pencaharian sampingan penduduk di desa kajongan
yang dapat dikerjakan disela-sela kegiatan usahatani dan kegiatan mengurus
keluarga. Dalam sentra kerajinan sapu glagah ini sudah terbentuk kelompok
pengusaha kecil. Dengan adanya kelompok, sehingga antara pengrajin satu dan
pengrajin yang lainya dapat kerjasama dengan baik, tetap hidup rukun dan
kekeluargaan.
Ada 5 model sapu galag yaitu model B1, B2, walang kekek,
osin dan jengki, yang ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
- Model B1
-
Tangkai
sapu tidak dilapisi dengan cat
-
Warna sapu kuning
-
Model
sapu seperti model sapu lantai
-
Harga sapu Rp. 3.000,00
![ANd9GcQfRVY2CPpV6PhoE_O9Hphsx3QQGxY18_rTBXjkhgXoLSu8OzJwBg](file:///C:\Users\User-24\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image020.jpg)
Gambar 3. Sapu Glagah Model B1
- Model B2
-
Tangkai sapu dilapisi dengan
cat warna hijau, merah dan kuning
-
Warna sapu kuning
-
Model
sapu seperti model sapu lantai
-
Harga sapu Rp. 3.500,00
![ANd9GcQOv7rbHAX6XDWbPfqT2x6EhGc-mKPlWcGTO7cZWnF3qRPQ6HUv](file:///C:\Users\User-24\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image022.jpg)
Gambar 4. Sapu Glagah Model B2
- Model walang kekek
-
Tangkai sapu tidak dilapisi
dengan cat warna
-
Warna sapu kuning
-
Model
sapu agak berbeda dengan lantai (tipe miring)
-
Harga sapu Rp. 4.000,00
![ANd9GcTulPcCSaSTjzo9iugaIj5q3rqLzsUgn41Q831tNEmaHFDMJEaWhA](file:///C:\Users\User-24\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image023.jpg)
Gambar 5. Sapu Glagah Model Walang Kekek
- Model Osin
-
Tangkai sapu dilapisi cat warna hijau , merah dan kuning
-
Warna sapu merah, hajau dan violet
-
Model sapu seperti sapu lantai biasa tapi model
anyamannya berbeda
-
Harga sapu Rp. 3.800,00
![ANd9GcTRUPM0Gc_PzIaE3sOO9dtQ34v6RrRTuxjoU7p3t3RZuGAZGCpe4Q](file:///C:\Users\User-24\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image024.jpg)
Gambar 6. Sapu Glagah Model Osin
E. Profil Petani Buruh Sapu Glagah
Identitas
buruh kerajinan sapu glagah biasanya dilakukan oleh anak petani, yang dibantu
oleh petani/bapak dan ibu mereka.
Kegiatan membuat sapu yang dilakukan oleh petani hanya pada saat mereka
tidak punya pekerjaan lain atau tidak sedang melakukan kegiatan mengurus
sawahnya. Begitu pula kegiatan membuat
sapu yang dilakukan oleh anak mereka akan mencurahkan waktu kerjanya pada
kegiatan usahataninya pada waktu-waktu tertentu saja, misalnya pada musim tanam
dan pada musim panen, sehingga waktu-waktu diantaranya merupakan waktu luang
yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang lain, yaitu sebagai buruh kerajinan
sapu glagah karena mereka sudah tidak sekolah lagi.
Status buruh dalam keluarga adalah sebagai kepala
keluarga, ibu dan anak. Status
buruh harian yang paling banyak adalah
kepala keluarga, hal ini karena kepala keluarga ingin mendapatkan pendapatan
setiap hari yang tetap. Sedangkan status buruh borongann yang paling banyak
adalah anak, hal ini karena anak lebih mengoptimalkan bekerja di industri
kerajinan sapu dan mereka membantu usahatani hanya sewaktu-waktu.
![ANd9GcS12gGlj0LApmCZhh1R1fO5Kkb6iYfjp0ZdBwz4bJKZdWogLyZz](file:///C:\Users\User-24\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image025.jpg)
Gambar 7. Buruh Tenaga kerja Sapu Glagah
G. Pendapatan dan Kontribusi Pendapatan Buruh Kerajinan Sapu Glagah
Analisis
pendapatan keluarga buruh kerajinan sapu glagah adalah analisis selama satu
musim tanam yang berasal dari on farm,
off farm, dan non farm.
Pendapatan on farm adalah pendapatan
keluarga buruh tani dari usahatani padi selama satu musim tanam. Pendapatan off farm adalah pendapatan dari buruh
kerajinan sapu glagah. Sedangkan pendapatan non
farm adalah pendapatan keluarga dari luar usahatani dan luar buruh
kerajinan sapu glagah.
Pendapatan
on farm merupakan pendapatan keluarga
petani yang berasal dari usahatani padi. Luas penggunaan lahan garapan petani
yang digunakan untuk usahatani padi
untuk buruh borongan adalah 0,143 ha sedangkan untuk buruh harian adalah
0,117 ha. Untuk kepentingan analisis digunakan luasan 0,1 ha.
Buruh borongan maupun buruh harian biaya penggunaan
sarana produksi yang terkecil adalah pestisida. Hal ini disebabkan karena
penggunaan pestisida hanya digunakan apabila ada hama yang menyerang saja.
Sedangkan biaya penggunaan sarana produksi yang terbesar adalah pupuk, terutama
pupuk urea. Hal ini disebabkan pupuk urea merupakan pupuk yang paling dikenal
oleh petani dan merupakan pupuk yang sudah umum dengan tanaman padi. Total
biaya penggunaan sarana produksi per 0,1 ha untuk buruh harian lebih besar dari
pada buruh borongan. Hal ini
karena buruh borongan bisa menghemat penggunaan sarana produksi.
Penggunaan tenaga kerja luar keluarga baik buruh harian
maupun buruh borongan yang terbesar adalah panen. Hal ini dapat terjadi karena
kegiatan panen memerlukan banyak tenaga kerja dan tidak dapat dicukupi oleh
anggota keluarga. Tenaga kerja untuk panen biasanya laki-laki walaupun ada juga
yang memakai tenaga kerja wanita Untuk olah tanah semua petani menggunakan
tenaga kerja mesin karena petani menganggap lebih praktis dan cepat dari pada
tenaga kerja manusia.
Penerimaan petani dari usahatani padi merupakan produksi
padi (beras) dikalikan dengan harga jual. Sedangkan pendapatan petani dari
usahatani padi merupakan pengurangan antara penerimaan dan biaya produksi.
Pendapatan off
farm merupakan pendapatan keluarga petani dari buruh kerajinan sapu glagah,
yaitu pendapatan yang bersumber dari upah untuk setiap produk yang dihasilkan. Besarnya upah berbeda-beda, tergantung
dari model dari sapu glagah yang dibuat. Bahan baku dan model sapu ditentukan
pengusaha. Upah yang diterima oleh pengrajin dibayarkan setiap minggu.
Selain pendapatan dari usahatani dan buruh kerajinan
sapu glagah, keluarga petani juga memiliki pendapatan dari usaha lain selama
usahatani padi, yaitu buruh, wiraswasta, pegawai swasta dan pegawai negeri.
Pendapatan dari usaha lain keluarga petani buruh
borongan lebih besar dari pada buruh harian yang terbesar dari pegawai swasta.
Hal ini disebabkan karena banyak keluarga petani yang memiliki tingkat
pendidikan SMP, sehingga mereka dapat bekerja selain di lapangan pekerjaan
pertanian yaitu di perindustrian.
Pendapatan keluarga petani berasal dari on farm,off farm dan non farm. Hasil analisis menunjukan bahwa sumbangan
pendapatan dari buruh kerajinan sapu glagah terhadap pendapatan
usahatani lebih besar.
Kegiatan buruh kerajinan sapu glagah selain bermanfaat
menambah pendapatan juga dapat menjamin kehidupan keluarga petani dalam
kontinuitas pendapatan. Hal ini karena selain resiko dan ketidakpastian lebih
kecil juga disebabkan lebih cepat petani memperoleh pendapatan dibandingkan
dengan pendapatan yang mereka peroleh dari usahatani yang biasa mereka terima
3-4 bulan sekali.
H. Produktivitas Tenaga Kerja
Produktivitas tenaga kerja tertinggi yaitu pada on
farm, artinya jumlah waktu yang dicurahkan petani buruh kerajinan sapu
glagah sangat sedikit tetapi bisa menhasilkan pendapat yang besar. Sedangkan produktivitas tenaga kerja petani
sebagai buruh sapu glagah paling kecil, menunjukkan bahwa petani hanya sebagai
buruh sehingga upah yang diperoleh juga kecil. Produktivitas tenaga kerja buruh
harian lebih besar dibanding buruh borongan
karena buruh harian bekerja tidak tergantung pada jumlah sapu yang dihasilkan yang penting
masuk kerja maka sudah mendapat gaji sebesar 15.000/hari. Produktivitas tenaga
kerja dari semua kegiatan usaha ini lebih besar
dibandingkan Upah Minimum Regional (UMR) setempat sehingga layak untuk
diusahakan.
Salah satu tujuan dari penelitian curahan waktu kerja petani buruh
kerajinan sapu glagah adalah untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi curahan
waktu kerja petani buruh kerajinan sapu glagah.
Uji F terhadap fungsi curahan waktu kerja petani buruh sapu glagah
menunjukkan bahwa Fhit (7,134) lebih besar dari Ftab (3,35) pada tingkat
kepercayaan 90 %. Hal ini berarti,
variabel bebas (luas lahan, umur, jumlah tanggungan, pendidikan, pengalaman dan
pendapatan total) secara bersama berpengaruh nyata terhadap curahan waktu
petani buruh sapu glagah.
Tabel 5 Angka koefisien regresi curahan waktu kerja petani buruh kerajinan sapu glagah
Variabel bebas
|
Koefisien regresi
|
t hit
|
t tabel
|
Luas lahan
Umur
Jumlah tanggungan
Pendidikan
Pengalaman
Pendapatan keluarga
|
- 621,112
- 0,323
2,558
- 100,602
- 13,171
0,056
|
- 2,071 *
- 0,021
0,036
- 4,931*
- 0,229
2,126*
|
1,6853*
|
* ) pada α = 10 %
Variabel yang berpengaruh terhadap
curahan waktu kerja buruh kerajinan sapu glagah adalah luas lahan, pendidikan
dan pendapatan keluarga. Berdasarkan
hasil analisis, luas lahan berpengaruh terhadap curahan waktu kerja buruh
kerajinan sapu glagah dengan arah negatif.
Angka koefisien regresi untuk luas lahan sebesar - 621,112 yang berarti
jika luas lahan bertambah
1 ha dan faktor lain tetap maka waktu yang dicurahkan untuk bekerja di
usahatani akan turun sebesar 621,112 jam/musim tanam hal ini dikarenakan bapak mempunyai pekerjaan
lain yang menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dari usahata
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
|
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
:
1). Profil buruh kerajinan sapu glagah secara
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa jumlah buruh borongan lebih banyak dari
buruh harian, rata-rata umur buruh borongan adalah 25 tahun dan umur buruh harian
adalah 27 tahun, sebagian besar buruh kerajinan sapu glagah berjenis kelamin
laki-laki, dan berpendidikan SD.
Ketrampilan membuat kerajinan sapu glagah diperoleh buruh berasal dari
pengrajin dan teman mereka. Keluarga petani buruh kerajinan memilih industri
sebagai pekerjaan sampingan untuk menambah pendapatan dan mempunyai harapan
agar upah buruh kerajinan naik.
2). Curahan waktu per musim tanam petani buruh
kerajinan sapu glagah untuk buruh borongan pada kegiatan usaha tani, 144,09
jam, buruh sapu glagah 1245,68 jam dan untuk usaha lain 526,01 jam. Sedangkan
buruh harian berturut-turut 153,01 jam, 687,57 jam dan 233.19 jam.
3). Kontribusi Pendapatan petani dari buruh sapu
glagah pada buruh borongan sebesar 28,65 % dan buruh harian 33,57 %.
B. Saran
Sempitnya luas lahan, rendahnya tingkat pendidikan
dan rendahnya pendapatan keluarga, maka pekerjaan sebagai buruh kerajinan sapu
glagah ini sebagai alternatif pekerjaan sampingan di sela-sela usahataninya.
Pemerintah daerah diharapkan memberikan perhatian kepada industri kerajinan
sapu glagah agar industri terus berkembang karena industri kecil semacam inilah
yang telah membantu membuka lapangan pekerjaan yang cukup besar dan mampu
meningkatkan pendapatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 1993. Sensus Pertanian
. Biro Pusat Statistik. Jakarta--------- 2002. Penduduk dan Ketenagakerjaan. Biro Pusat
Statistik. Jakarta
Hardiyastuti dan Hudayat. 1991. Pekerja
wanita pada Industri Rumah Tanggadi Propinsi DIY. Pusat Penelitian Kependudukan
UGM.Yogyakarta.
Hernanto. 1996. Ilmu
Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kusumawati, I. 2003. Sumbangan Pendapatan
Wanita Buruh Pemanen Padi Terhadap Pendapatan Petani di Kecamatan Polanharjo
Kabupaten Klaten. Skripsi. Fakultas Pertanian UMY. Yogyakarta.
Mubyarto dan Hadisapoetra.
1985.Peluang Kerja dan Berusaha di
Pedesaan. BPFE . Yogyakarta.
Mubyarto. 1978. Industri Pedesanaan di Jateng dan DIY. Studi Evaluasi Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Multifiah,2002.
Analisis Komparasi Alokasi Waktu dan Produktivitas Wanita Pekerja di Pedesaan
dan Perkotaan. Jurnal Penelitian Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Malang
Purwiyanto, A.
2004. Kontribusi Kerajinan Sapu Glagah Terhadap
Pendapatan Petani di Kecamatan Watukumpul Kabupaten Pemalang Propinsi Jateng. Skripsi. Fakultas Pertanian UMY.
Yogyakarta.
Soeroto, S.
1983. Sejarah Kerajinan di Indonesia.
Prisma. Jakarta.
Supari. 2001.
Manajemen Produksi dan Operasi Agribisnis Hortikultura. Gramedia. Jakarta.
Susilowati.2002.
Diversivikasi Sumber Pendapatan Rumah Tangga Pedesaan Jawa Barat.. Jurnal Ekonomi Vol 2. No1. Pusat Penelitian Kependudukan
UGM.Yogyakarta.
Tambunan, M.
2002.Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia. Bhineka
Cipta. Jakarta.
Tjitro Supomo dan Sutrisno. 1991. Industri Pedesaan, Masalah dan Pengembangannya. Unwama. Yogyakarta.
www.purbalingga.go.id.
Potensi Unggulan Daerah Purbalingga
Langganan:
Postingan
(
Atom
)