Rabu, 26 November 2014



PENELITIAN  DOSEN  MUDA
 
LAPORAN  

CURAHAN WAKTU KERJA PETANI BURUH KERAJINAN SAPU GLAGAH DI DESA KAJONGAN KECAMATAN BOJONGSARI KABUPATEN PURBALINGGA 

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/archive/5/50/20131205205933%21Umy-logo.gif














Oleh  :
Ir. Nur Rahmawati, MP

FAKULTAS  PERTANIAN
UNIVERSITAS  MUHAMMADIYAH  YOGYAKARTA
MARET 2006


LAPORAN  PENELITIAN  DOSEN MUDA

1.  a. Judul Penelitian                            :  Curahan Waktu Kerja  Petani Buruh
                                                               Kerajinan Sapu Glagah di Desa Kajongan
                                                               Kec. Bojongsari  Kabupaten Purbalingga 
     b. Bidang Ilmu                                 :  Pertanian
     c. Katagori Penelitian                       :  Menunjang Pembangunan
2.  Ketua Peneliti                                  :
     a. NamaLengkap dengan gelar         :  Ir. Nur Rahmawati, MP
     b. Jenis Kelamin                              :  Perempuan
     c. Golongan, Pangkat dan NIP         :  IIIb
     d. Jabatan Fungsional                       :  Asisten Ahli
     e. Jabatan Struktural                        :  -
     f.  Fakultas/Jurusan              :  Pertanian /Agribisnis
     g. Pusat Penelitian                            :  LP3  UMY
3. Jumlah Anggota Peneliti                    :  1 orang
     a. Nama Anggota Peneliti I :  -
4. Lokasi Penelitian                               :  Kabupaten Purbalingga
5. Kerjasama dengan Institusi lain          :
a.       Nama Institusi                             :
b.      Alamat                                       :
c.       Telepon/Fax/e-mail                     :
6. Lama Penelitian                                :  8 bulan
7. Biaya yang diperlukan                       :
    a. Sumber dari Dekdikbud                :  Rp 6.725.000,00
    b. Sumber lain                                  :  -
        Jumlah                                          :  Rp 6.725.000,00
                                                             (Enam juta tujuh ratus dua lima ribu rupiah)
                                                                                    Yogyakarta, 24 Maret 2006
Mengetahui :
         Dekan Fakultas Pertanian                                                Ketua Peneliti,


(Ir.H. Darmawan Suryo Sudarsono,MP)                          (Ir. Nur Rahmawati, MP)
NIP :  131 998 724
Menyetujui,
Ketua Lembaga Penelitian

 

 

(Drs. Said Tuhuleley, MS

KATA  PENGANTAR



            Alhamdulillaahirobbil’aalamiin, dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pengabdian masyarakat kompetisi tentang Pelatihan Teknologi Pengolahan Ubi Jalar sebagai Pengganti tepung Terigu untuk Meningkatan Pendapatan dan Gizi Masyarakat Pedesaan di dusun Mrisi, desa Tirtonirmolo, Kasihan Bantul. Kegiatan ini dibiayai oleh Lembaga Penelitian Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat  Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tahun Anggaran 2008
Dalam laporan ini kami mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak, antara lain :
Lembaga Penelitian Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) Univesitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah menyediakan dana untuk kegiatan ini
Kelompok Pengajian Karomah di Dusun Mrisi, Desa Tirtonirmolo, Kasihan Bantul yang telah bersedia dijadikan tempat pembinaan
Semua pihak yang telah banyak membantu kegiatan dan penyusunan laporang pengabdian ini
Dalam laporan ini, kami menyadari sepenuhnya atas kesalahan dan kekurangan yang tidak disengaja pada penulisan laporan ini, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi perbaikan tulisan ilmiah ini.


 


Yogyakarta, 19 Juli 2006


Tim Pelaksana



BAB I. PENDAHULUAN


A. Latar Belakang


Indonesia terkenal dengan negara agraris, hal ini dapat ditunjukkan dengan besarnya luas lahan yang digunakan untuk lahan pertanian.  Dari seluruh lahan yang ada di Indonesia 74,68% digunakan untuk usaha pertanian.  Pada tahun 2001, luas lahan yang digunakan untuk usaha pertanian mencapai 51,6 juta hektar.  Penggunaan lahan untuk petanian dari tahun ke tahun semakin menurun, terlihat pada tahun 2002 lahan pertanian hanya 46,9 juta hektar (belum termasuk luas lahan yang ada di propinsi Maluku dan Papua). Data Sensus Pertanian (BPS, 1993) menunjukan penguasaan lahan pertanian rata-rata rumah tangga di Indonesia turun dari 1,05 ha per rumah tangga pada tahun 1983 menjadi 0,83 ha per rumah tangga pada tahun 1993.
      Desa Kajongan merupakan sentra  industri kerajinan sapu glagah,  dengan adanya sentra itu maka dapat membuka peluang kerja bagi petani sebagai  buruh kerajinan sapu glagah untuk menambah pendapatan keluarga. Besarnya pendapatan yang diperoleh petani dari kerajinan sapu glagah tergantung seberapa banyak produk yang dibuat. Semakin banyak produk yang dibuat maka pendapatan yang diperolah petani juga semakin banyak begitu pula sebaliknya. Petani dapat mengoptimalkan pendapatan terbaik apabila petani dapat memanfaatkan waktu luang sebagai buruh setiap hari. Oleh karena itu perlu diketahui alasan petani memilih bekerja sebagai buruh kerajinan sapu glagah, agar dapat diketahui sejauh mana petani menggunakan waktu luangnya untuk bekerja sebagai buruh kerajinan sapu glagah, selain itu dapat membantu  pemerintah dalam menentukan arah pembangunan dan pemberdayaan potensi desa serta pengembangan industri kecil pedesaan.

B  Tinjauan Pustaka

1. Industri Rumah Tangga
Industri rumah tangga merupakan salah satu dari industri pedesaan, karena seperti diketahui bahwa industri pedesaan tersebut terdiri dari industri kecil dan industri rumah tangga yang terdapat di pedesaan serta diusahakan oleh masyarakat pedesaan dan untuk metode produksinya biasanya banyak menggunakan tenaga manusia yang tersedia di daerah tersebut.  Sektor industri yang banyak dilakukan oleh masyarakat pedesaan biasanya adalah industri rumah tangga.
Dinamika ekonomi pedesaan yang terjadi dewasa ini menunjukkan bahwa kontribusi pendapatan rumah tangga yang berasal dari sektor pertanian semakin mengecil dan digantikan dengan pendapatan yang bersumber dari non pertanian.  Namun pangsa serapan tenaga kerja pertanian masih dominan, artinya lahan masih tetap merupakan sumber daya utama (main resource) untuk keberlanjutan usaha.  Bagi petani dengan kepemilikan lahan sempit, untuk menambah pendapatan harus meningkatkan aktivitasnya dengan berbagai kegiatan baik yang masih terkait dengan pertanian maupun diluar pertanian (Susilowati , 2002 ). Jika pendapatan yang diperoleh dari bekerja pada suatu industri rumah tangga oleh anggota keluarga dibandingkan dengan pendapatan total rumah tangga, maka akan dapat diketahui sumbangan pendapatan dari industri rumah tangga ( Hardyastuti dan Hudayat, 1991).
            Selain itu untuk memenuhi kebutuhan keluarga, petani dapat mengalihkan curahan jam kerjanya di luar usahatani.  Jika pendapatan di usahatani tidak dapat memenuhi kebutuhan petani maka jalan keluar yang dapat ditempuh adalah dengan mengalihkan, menambah curahan jam kerja diluar usahatani. Dengan demikian diharapkan akan diperoleh pendapatan yang lebih.
            Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam produktivitas suatu perusahaan atau industri, sebab pada dasarnya produktivitas berkaitan dengan hasil karya manusia.  Sumber daya manusia dapat mencerminkan kualitas usaha yang diberikan seseorang dalam jangka waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa.  Pengertian ini ditinjau dari aspek kualitas yang lebih baik menitik beratkan pada daya kerja yang disumbangkan dalam proses produksi.
           

C. Tujuan Penelitian


1). Mengevaluasi Profil dan alasan petani memanfaatkan waktu luang usahatani untuk mengusahakan kerajinan sapu glagah.
2). Mengevaluasi besarnya curahan waktu kerja petani dalam mengusahakan kerajinan sapu glagah
3). Mengevaluasi hubungan antara umur, pendidikan, pengalaman, jumlah angota keluarga, luas lahan, pendapatan usahatani, waktu usahatani, penerimaan usaha buruh sapu glagah dengan curahan waktu kerja keluarga petani buruh kerajinan sapu glagah pada industri kerajinan sapu glagah.

D. Kegunaan Penelitian


            Kegunaan dari penelitian ini yaitu untuk menambah pengetahuan tentang industri rumah tangga pada umumnya dan khususnya industri rumah tangga kerajinan sapu glagah.  Selain itu diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan industri rumah tangga agar dapat lebih berkembang dan meningkatkan perekonomian masyarakat.  Sedangkan bagi buruh kerajinan sapu glagah, dengan adanya penelitian ini diharapkan agar waktu luang yang tersedia akan menjadi waktu produktif sehingga dapat lebih mengembangkan usaha kerajinan sapu glagah dan meningkatkan penghasilan.

            Tingginya jumlah penduduk dan kondisi lahan pertanian yang semakin menyusut, menyebabkan bidang pertanian sebagai sumber pendapatan keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga menjadi berkurang.  Dengan bertitik tolak pada kenyataan adanya tekanan penduduk terhadap lahan pertanian yang semakin meningkat, mengakibatkan sempitnya lahan garapan petani dan rendahnya pendapatan dari usahatani.  Maka diperlukan alternatif peluang kerja untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
            Bidang usaha pertanian yang tidak dapat diharapkan sebagai satu-satunya  sumber pendapatan, mendorong petani memanfaatkan waktu luang dari kegiatan usahatani untuk melakukan kegiatan ekonomi lain, agar dapat memberikan tambahan pendapatan.  Salah satu kegiatan ekonomi tersebut adalah sektor industri yang dapat dijadikan sebagai tambahan sumber pendapatan. Sektor industri yang menarik masyarakat desa untuk dikembangkan adalah industri rumah tangga, sebab industri ini tidak membutuhkan banyak modal, tingkat pendidikan yang tinggi serta dapat memanfaatkan anggota keluarga dalam melakukan pekerjaan.
           



 
Gambaran secara keseluruhan hubungan antara waktu rumah tangga petani dengan total pendapatan dapat dilihat pada gambar 1







Keluarga Petani
 


 






                                                               
Kegiatan usahatani
 
                                                        








 










                                                                                     
Biaya
 
Biaya
 
 









 


















Gambar 1 Skema Kerangka Berpikir Penelitian


BAB II. METODE PENELITIAN


A. Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Desa Kajongan, Kecamatan Bojongsari, Kabupaten Purbalingga. Metoda pengambilan sampel yang digunakan adalah pengambilan sampel secara bertahap, data lokasi industri kerajinan sapu glagah di Kabupaten Purbalingga dapat dilihat pada tabel 1.

Table 1 Lokasi Industri Kerajinan Sapu glagah di Kabupaten Purbalingga
Kecamatan
Desa
Jumlah industri
Bukateja
Kedungjati
1
Purbalingga
Purbalingga
1

Wirasena
1
Kalimanah
Sidakangen
2
Kutasari
Munjul
1

Karangrejo
1
Karang reja
Bondang
2

Siwarak
2

Karang reja
1

Purbasari
3
Bojongsari
Brobot
1

Kajongan
11

Karang Banjar
1
Padamara
Bojonegoro
1
Jumlah

29

 Penentuan sampel kecamatan dilakukan secara purposive  karena kecamatan Bojongsari merupakan sentra dari kerajinan sapu glagah. Pengambilan sampel desa yang terpilih adalah desa Kajongan karena desa ini memiliki  jumlah industri kerajinan sapu glagah yang terbanyak. Pengambilan sampel petani dengan systematic random sampling, yaitu dengan memilih petani yang bekerja sebagai buruh sebanyak 60 orang.

B. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data


            Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.  Data primer yang diambil antara lain, data identitas anggota keluarga petani buruh sapu glagah, baik yang terlibat/ tidak terlibat dalam kerajinan sapu glagah, alasan rumah tangga petani buruh sapu glagah dalam mengusahakan karajinan sapu glagah, besarnya upah yang didapat dari buruh sapu glagah, curahan waktu yang dicurahkan dalam usaha kerajinan sapu glagah, luas lahan dan biaya usahatani.

C. Teknik Analisis Data


            Sesuai dengan tujuan yang digunakan maka dilakukan analisis sebagai berikut: untuk mengetahui profil  dan alasan petani buruh kerajinan sapu glagah dalam  mengusahakan kerajinan sapu glagah dilakukan dengan analisis diskriptif dengan menelusuri apa yang menjadi alasan petani menjadi buruh sapu glagah.untuk mengetahui besarnya curahan waktu kerja rumah tangga petani buruh kerajinan sapu glagah dalam usahatani dan  kerajinan sapu glagah dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :                                
P1 = Persentase Waktu Kerja Keluarga Petani Pada Usahatani
P2 = Persentase Waktu Kerja Keluarga Petani Pada Kerajinan Sapu Glagah
A  = Waktu Kerja Keluarga Petani Pada Usahatani
B   = Waktu Kerja Keluarga Petani Pada Kerajinan Sapu Glagah
T   = Total Waktu Kerja Keluarga Petani 


BAB III.  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

 

A. Keadaan Umum


 Desa Kajongan secara administrasi termasuk dalam wilayah kecamatan Bojongsari, Kabupaten Purbalingga, Propinsi Jawa Tengah. Desa ini terletak di pusat pemerintahan Kecamatan Bojongsari berjarak 3 km dari ibukota kabupaten/kotamadya Daerah tingkat II, dan berjarak 160 km dari ibukota Propinsi dengan batas-batas administrasi sebagai berikut :

B. Keadaan penduduk


             Keadaan penduduk sangat penting untuk diperhatikan dalam proses pembangunan, sebab keadaan penduduk terkait dengan potensi penyediaan tenaga kerja, mata pencaharian penduduk, angka ketergantungan, tingkat pendidikan  dan lainsebagainya. Jumlah penduduk desa Kajongan pada tahun 2005 adalah sebesar 4806 jiwa
Pendidikan merupakan salah satu indicator kemajuan dan keberhasilan pembangunan. Selain itu pendidikan merupakan  salah satu bekal yang penting bagi masa depan, karena dengan pendidikan yang tinggi akan membuka peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

Table 2 Komposisi penduduk desa Kajongan Menurut Tingkat Pendidikan tahun 2006
 NO  Tiangkat pendidikan                    Jumlah                          Persentase  %
  1. SD                                                  1097                           36,29
  2. SMP                                                776                            25,67
  3. SMA                                              1096                            36,26
  4. Diploma/D1-D3                                 30                              0,99
  5. Sarjana / S1 – S2                               24                              0,79
 Jumlah                                     3023                            100
 Sumber : Data Monografi Desa Kajongan Tahun 2006

Menyadari akan pentingnya pendidikan, tingkat pendidikan yang relatif cukup ini menyebabkan mereka dapat bekerja pada sector pertanian maupun sector industri terutama industri kerajinan sapu glagah.

C. Keadaan Pertanian


  1. Luas Penggunaan Lahan

Luas lahan pertanian di desa Kajongan mencapai 346,97 ha, yang terdiri dari lahan sawah, lahan wakaf, tegalan dan pekarangan . Berikut ini adalah keadaan lahan dan penggunaan lahan di desa Kajongan dapat lihat pada tabel 5

Table 3 .  Keadaan dan Penggunaan Lahan Tahun 2006

No     Jenis Lahan                                             Luas(ha)                       Persentase(%)
  1.      Lahan sawah                                          233                               67,15   
  2.      Lahan wakaf                                          1,97                                0,57
  3.      Tegalan                                                  56                                 16,14
  4.      Pekarangan                                            56                                 16,14               
__________________________________________________________________
Sumber Data Monografi Desa Kajongan tahun 2006
  
Penggunaan lahan yang terbesar adalah untuk tanah sawah, hal ini disebabkan oleh banyaknya aliran sungai dari pegunungan yang melewati desa ini. Lahan pekarangan digunakan sebagai area pemukiman dan perumahan, hal ini bahwa kebutuhan lahan untuk pemukiman dan perumahan cukup kecil di desa ini. Walaupun lahan pertanian cukup luas akan tetapi pendapatan yang diterima petani masih kecil, sehingga mereka akan mencari tambahan pendapatan dari sektor lain di luar pertanian misalnya sebagai buruh kerajinan sapu glagah.

 Padi merupakan komoditas yang  paling besar dihasilkan di desa Kajongan ini, yaitu 285,60 ton dan luas lahan untuk tanaman padi paling luas yaitu seluas 40,8 ha. Hal  ini disebabkan  lahan untuk tanaman padi paling banyak karena padi merupakan komoditas yang paling utama di wilayah ini. Sedangkan kangkung menduduki peringkat kedua, walaupun luas lahan yang diusahakan hanya 10,3 ha tapi hasil dari tanaman ini mencapai 123,60 ton

D. Keadaan Industri Kerajinan Sapu Glagah


Bahan baku utama yang dibutuhkan untuk pembuatan sapu adalah rumput glagah, sudah disediakan oleh pengusaha kerajinan sapu glagah. Bila pengusaha kerajinan kekurangan bahan baku dari local bisa diperoleh dari luar desa Kajongan dengan kapasitas yang cukup. Bahan baku penunjang untuk membuat kerajinan sapu glagah meliputi :
a.  Lingi(hiasan anyaman), dari tanaman rawa-rawa yang berasal dari pedagang pengumpul Kroya
b.      Benang ronce, dari bekas ban mobil yang sudah tidak laku yang berasal dari      
      pedagang pengumpul di Bogor
c.       Benang wool beli di toko
d.      Pewarna, terdiri dari berbagai pilihan tergantung dari keinginan pembeli atau pesanan. Biasanya warna yang digunakan adalah merah, hijau, hitam, kuning dan violet.
e.       Senar
f.        Srongsong atau plastik
g.       Tangkai bambu,  yang berasal dari pedagang pengumpul Wonosobo

ANd9GcSHx-C0W5lcO8G9apT1GMnxAPiwAyBZxOqV0qK7roldGy_Jrb3x

Gambar 2.   Salah satu bahan Baku Pembuatan Sapu Glagah
      

Alat produksi untuk pembuatan sapu glagah masih menggunakan alat tradsional karena pembuatan sapu membutuhkan ketrampilan tangan dan peralatan yang sederhana. Model untuk sapu selama ini cukup bervariasi dengan disesuaikan dengan harga jual. Peralatan yang dibutuhkan adalah : Tungku, kayu bakar, kompor minyak, pisau, bangku, gunting,keranjang, palu.

Sapu glagah terbuat dari rumput glagah yang digosok sampai bersih kemudian dijemur. Setelah rumput glagah sudah kering kemudian diwarnai dengan direbus kira-kira 30 menit, selanjutnya glagah tersebut dijemur lagi kira-kira 6 jam. Kemudian glagah diikat antar tangkai yang telah diplastik dengan benang ronce, setelah itu glagah diikat sesuai dengan model sapu yang ditentukan oleh setiap industri, selajutnya dijahit dengan benang wool sampai selesai, sapu telah jadi dan siap untuk dipasarkan.

Kondisi sentra ini masih cukup dinamis, dalam arti kegiatan produksi dan pemasaran selalu ada dan berkelanjutan. Kerajinan sapu glagah sebenarnya menjadi mata pencaharian sampingan penduduk di desa kajongan yang dapat dikerjakan disela-sela kegiatan usahatani dan kegiatan mengurus keluarga. Dalam sentra kerajinan sapu glagah ini sudah terbentuk kelompok pengusaha kecil. Dengan adanya kelompok, sehingga antara pengrajin satu dan pengrajin yang lainya dapat kerjasama dengan baik, tetap hidup rukun dan kekeluargaan.

Ada 5 model sapu galag yaitu model B1, B2, walang kekek, osin dan jengki, yang ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
  1. Model B1
-         Tangkai sapu tidak dilapisi dengan cat
-         Warna sapu kuning
-         Model sapu seperti model sapu lantai
-         Harga sapu Rp. 3.000,00
ANd9GcQfRVY2CPpV6PhoE_O9Hphsx3QQGxY18_rTBXjkhgXoLSu8OzJwBg
Gambar 3. Sapu Glagah Model B1
  1. Model B2
-         Tangkai sapu dilapisi dengan cat warna hijau, merah dan kuning
-         Warna sapu kuning
-         Model sapu seperti model sapu lantai
-         Harga sapu Rp. 3.500,00
ANd9GcQOv7rbHAX6XDWbPfqT2x6EhGc-mKPlWcGTO7cZWnF3qRPQ6HUv
Gambar 4. Sapu Glagah Model B2
  1. Model walang kekek
-         Tangkai sapu tidak dilapisi dengan cat warna
-         Warna sapu kuning
-         Model sapu agak berbeda dengan lantai (tipe miring)
-         Harga sapu Rp. 4.000,00
ANd9GcTulPcCSaSTjzo9iugaIj5q3rqLzsUgn41Q831tNEmaHFDMJEaWhA
Gambar 5. Sapu Glagah Model Walang Kekek
  1. Model Osin
-         Tangkai sapu dilapisi cat warna hijau , merah dan kuning
-         Warna sapu merah, hajau dan violet
-         Model sapu seperti sapu lantai biasa tapi model anyamannya berbeda
-         Harga sapu Rp. 3.800,00
ANd9GcTRUPM0Gc_PzIaE3sOO9dtQ34v6RrRTuxjoU7p3t3RZuGAZGCpe4Q
Gambar 6. Sapu Glagah Model Osin



E.  Profil Petani Buruh Sapu Glagah

            Identitas buruh kerajinan sapu glagah biasanya dilakukan oleh anak petani, yang dibantu oleh petani/bapak dan ibu mereka.  Kegiatan membuat sapu yang dilakukan oleh petani hanya pada saat mereka tidak punya pekerjaan lain atau tidak sedang melakukan kegiatan mengurus sawahnya.  Begitu pula kegiatan membuat sapu yang dilakukan oleh anak mereka akan mencurahkan waktu kerjanya pada kegiatan usahataninya pada waktu-waktu tertentu saja, misalnya pada musim tanam dan pada musim panen, sehingga waktu-waktu diantaranya merupakan waktu luang yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang lain, yaitu sebagai buruh kerajinan sapu glagah karena mereka sudah tidak sekolah lagi. 

Status buruh dalam keluarga adalah sebagai kepala keluarga, ibu dan anak. Status buruh harian  yang paling banyak adalah kepala keluarga, hal ini karena kepala keluarga ingin mendapatkan pendapatan setiap hari yang tetap. Sedangkan status buruh borongann yang paling banyak adalah anak, hal ini karena anak lebih mengoptimalkan bekerja di industri kerajinan sapu dan mereka membantu usahatani hanya sewaktu-waktu.
ANd9GcS12gGlj0LApmCZhh1R1fO5Kkb6iYfjp0ZdBwz4bJKZdWogLyZz
Gambar   7. Buruh Tenaga kerja Sapu Glagah

G. Pendapatan dan Kontribusi Pendapatan Buruh Kerajinan Sapu Glagah


Analisis pendapatan keluarga buruh kerajinan sapu glagah adalah analisis selama satu musim tanam yang berasal dari on farm, off farm, dan non farm. Pendapatan on farm adalah pendapatan keluarga buruh tani dari usahatani padi selama satu musim tanam. Pendapatan off farm adalah pendapatan dari buruh kerajinan sapu glagah. Sedangkan pendapatan non farm adalah pendapatan keluarga dari luar usahatani dan luar buruh kerajinan sapu glagah. 
    
Pendapatan on farm merupakan pendapatan keluarga petani yang berasal dari usahatani padi. Luas penggunaan lahan garapan petani yang digunakan untuk usahatani padi  untuk buruh borongan adalah 0,143 ha sedangkan untuk buruh harian adalah 0,117 ha. Untuk kepentingan analisis digunakan luasan 0,1 ha.

Buruh borongan maupun buruh harian biaya penggunaan sarana produksi yang terkecil adalah pestisida. Hal ini disebabkan karena penggunaan pestisida hanya digunakan apabila ada hama yang menyerang saja. Sedangkan biaya penggunaan sarana produksi yang terbesar adalah pupuk, terutama pupuk urea. Hal ini disebabkan pupuk urea merupakan pupuk yang paling dikenal oleh petani dan merupakan pupuk yang sudah umum dengan tanaman padi. Total biaya penggunaan sarana produksi per 0,1 ha untuk buruh harian lebih besar dari pada buruh borongan. Hal ini karena buruh borongan bisa menghemat penggunaan sarana produksi. 

Penggunaan tenaga kerja luar keluarga baik buruh harian maupun buruh borongan yang terbesar adalah panen. Hal ini dapat terjadi karena kegiatan panen memerlukan banyak tenaga kerja dan tidak dapat dicukupi oleh anggota keluarga. Tenaga kerja untuk panen biasanya laki-laki walaupun ada juga yang memakai tenaga kerja wanita Untuk olah tanah semua petani menggunakan tenaga kerja mesin karena petani menganggap lebih praktis dan cepat dari pada tenaga kerja manusia.        
Penerimaan petani dari usahatani padi merupakan produksi padi (beras) dikalikan dengan harga jual. Sedangkan pendapatan petani dari usahatani padi merupakan pengurangan antara penerimaan dan biaya produksi.
Pendapatan off farm merupakan pendapatan keluarga petani dari buruh kerajinan sapu glagah, yaitu pendapatan yang bersumber dari upah untuk setiap produk yang dihasilkan. Besarnya upah berbeda-beda, tergantung dari model dari sapu glagah yang dibuat. Bahan baku dan model sapu ditentukan pengusaha. Upah yang diterima oleh pengrajin dibayarkan setiap minggu.
Selain pendapatan dari usahatani dan buruh kerajinan sapu glagah, keluarga petani juga memiliki pendapatan dari usaha lain selama usahatani padi, yaitu buruh, wiraswasta, pegawai swasta dan pegawai negeri.

Pendapatan dari usaha lain keluarga petani buruh borongan lebih besar dari pada buruh harian yang terbesar dari pegawai swasta. Hal ini disebabkan karena banyak keluarga petani yang memiliki tingkat pendidikan SMP, sehingga mereka dapat bekerja selain di lapangan pekerjaan pertanian yaitu di perindustrian.
4. Kontribusi Pendapatan          
Pendapatan keluarga petani berasal dari on farm,off farm dan non farm. Hasil analisis menunjukan bahwa sumbangan pendapatan dari buruh kerajinan sapu glagah terhadap pendapatan usahatani lebih besar.
Kegiatan buruh kerajinan sapu glagah selain bermanfaat menambah pendapatan juga dapat menjamin kehidupan keluarga petani dalam kontinuitas pendapatan. Hal ini karena selain resiko dan ketidakpastian lebih kecil juga disebabkan lebih cepat petani memperoleh pendapatan dibandingkan dengan pendapatan yang mereka peroleh dari usahatani yang biasa mereka terima 3-4 bulan sekali.

H. Produktivitas Tenaga Kerja


Produktivitas tenaga kerja tertinggi yaitu pada on farm, artinya jumlah waktu yang dicurahkan petani buruh kerajinan sapu glagah sangat sedikit tetapi bisa menhasilkan pendapat yang besar.    Sedangkan produktivitas tenaga kerja petani sebagai buruh sapu glagah paling kecil, menunjukkan bahwa petani hanya sebagai buruh sehingga upah yang diperoleh juga kecil. Produktivitas tenaga kerja buruh harian lebih besar dibanding buruh borongan   karena buruh harian bekerja tidak tergantung  pada jumlah sapu yang dihasilkan yang penting masuk kerja maka sudah mendapat gaji sebesar 15.000/hari. Produktivitas tenaga kerja dari semua kegiatan usaha ini lebih besar  dibandingkan Upah Minimum Regional (UMR) setempat sehingga layak untuk diusahakan.

Salah satu tujuan dari penelitian curahan waktu kerja petani buruh kerajinan sapu glagah adalah untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi curahan waktu kerja petani buruh kerajinan sapu glagah.
Uji F terhadap fungsi curahan waktu kerja petani buruh sapu glagah menunjukkan bahwa Fhit (7,134) lebih besar dari Ftab (3,35) pada tingkat kepercayaan 90 %.  Hal ini berarti, variabel bebas (luas lahan, umur, jumlah tanggungan, pendidikan, pengalaman dan pendapatan total) secara bersama berpengaruh nyata terhadap curahan waktu petani buruh sapu glagah. 

Tabel 5 Angka koefisien regresi curahan waktu kerja petani buruh kerajinan sapu glagah

Variabel bebas
Koefisien regresi
t hit
t tabel
Luas lahan
Umur
Jumlah tanggungan
Pendidikan
Pengalaman
Pendapatan keluarga
- 621,112
- 0,323
2,558
- 100,602
- 13,171
0,056
 - 2,071 *
- 0,021
0,036
- 4,931*
- 0,229
2,126*
1,6853*
* ) pada α = 10 %
Variabel yang berpengaruh terhadap curahan waktu kerja buruh kerajinan sapu glagah adalah luas lahan, pendidikan dan pendapatan keluarga.  Berdasarkan hasil analisis, luas lahan berpengaruh terhadap curahan waktu kerja buruh kerajinan sapu glagah dengan arah negatif.  Angka koefisien regresi untuk luas lahan sebesar - 621,112 yang berarti jika luas lahan bertambah 1 ha dan faktor lain tetap maka waktu yang dicurahkan untuk bekerja di usahatani akan turun sebesar 621,112 jam/musim tanam  hal ini dikarenakan bapak mempunyai pekerjaan lain yang menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi  dari usahata

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN


 
 

A. Kesimpulan


Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan :
1). Profil buruh kerajinan sapu glagah secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa jumlah buruh borongan lebih banyak dari buruh harian, rata-rata umur buruh borongan adalah 25 tahun dan umur buruh harian adalah 27 tahun, sebagian besar buruh kerajinan sapu glagah berjenis kelamin laki-laki, dan berpendidikan  SD. Ketrampilan membuat kerajinan sapu glagah diperoleh buruh berasal dari pengrajin dan teman mereka. Keluarga petani buruh kerajinan memilih industri sebagai pekerjaan sampingan untuk menambah pendapatan dan mempunyai harapan agar upah buruh kerajinan naik.
2). Curahan waktu per musim tanam petani buruh kerajinan sapu glagah untuk buruh borongan pada kegiatan usaha tani, 144,09 jam, buruh sapu glagah 1245,68 jam dan untuk usaha lain 526,01 jam. Sedangkan buruh harian berturut-turut 153,01 jam, 687,57 jam dan 233.19 jam.
3). Kontribusi Pendapatan petani dari buruh sapu glagah pada buruh borongan sebesar 28,65 % dan buruh harian 33,57 %.

B. Saran


Sempitnya luas lahan, rendahnya tingkat pendidikan dan rendahnya pendapatan keluarga, maka pekerjaan sebagai buruh kerajinan sapu glagah ini sebagai alternatif pekerjaan sampingan di sela-sela usahataninya. Pemerintah daerah diharapkan memberikan perhatian kepada industri kerajinan sapu glagah agar industri terus berkembang karena industri kecil semacam inilah yang telah membantu membuka lapangan pekerjaan yang cukup besar dan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.    


DAFTAR PUSTAKA

 

BPS. 1993. Sensus Pertanian . Biro Pusat Statistik. Jakarta---------   2002. Penduduk dan Ketenagakerjaan. Biro Pusat Statistik. Jakarta
Hardiyastuti dan Hudayat. 1991. Pekerja wanita pada Industri Rumah Tanggadi Propinsi DIY. Pusat Penelitian Kependudukan UGM.Yogyakarta.
Hernanto. 1996. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kusumawati, I. 2003. Sumbangan Pendapatan Wanita Buruh Pemanen Padi Terhadap Pendapatan Petani di Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten. Skripsi. Fakultas Pertanian UMY. Yogyakarta.
Mubyarto dan Hadisapoetra. 1985.Peluang  Kerja dan Berusaha di Pedesaan.  BPFE . Yogyakarta.  
Mubyarto. 1978. Industri Pedesanaan di Jateng dan DIY. Studi Evaluasi Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Multifiah,2002. Analisis Komparasi Alokasi Waktu dan Produktivitas Wanita Pekerja di Pedesaan dan Perkotaan. Jurnal Penelitian Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang 
Purwiyanto, A. 2004. Kontribusi Kerajinan Sapu Glagah Terhadap Pendapatan Petani di Kecamatan Watukumpul Kabupaten Pemalang Propinsi Jateng. Skripsi. Fakultas Pertanian UMY. Yogyakarta.
Soeroto, S. 1983. Sejarah Kerajinan di Indonesia. Prisma. Jakarta.
Supari. 2001. Manajemen Produksi dan Operasi Agribisnis Hortikultura. Gramedia. Jakarta.
Susilowati.2002. Diversivikasi Sumber Pendapatan Rumah Tangga Pedesaan Jawa Barat.. Jurnal Ekonomi Vol 2. No1. Pusat Penelitian Kependudukan UGM.Yogyakarta.
Tambunan, M. 2002.Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia. Bhineka Cipta. Jakarta.
Tjitro Supomo dan Sutrisno. 1991. Industri Pedesaan, Masalah dan Pengembangannya. Unwama. Yogyakarta.
www.purbalingga.go.id. Potensi Unggulan Daerah Purbalingga